Jumat, 04 September 2009

HUMOR : PEMANDU WISATA

PATUNG BUDHA
Temanku, Kuncung adalah seorang pemandu wisata. Suatu hari ia mengantarkan wisatawan Jepang ke Candi Borobudur. Salah satu wisatawan itu bernama Tomoyoshi Mitsumoto. Kuncung menceritakan sejarah dan asal-muasal Candi Borobudur. Tapi kelihatannya Mitsumoto belum puas.  Lalu Kuncung mencari akal untuk memuaskan tamunya. Ia menambahkan tentang keajaiban Patung Budha di Candi Borobudur. Begini ceritanya,
”Tuan Mitsumoto, perlu diketahui bahwa Patung Budha di sini berbeda dengan patung budha di negara Anda. “
“Ah masak? “ kata Mitsumoto dengan penuh selidik.
“Benar Tuan. Patung Budha di sini akan berdiri dan menari-nari jika mendengar bunyi genderang.” Kata Kuncung
“Oh..ya? Menarik sekali”, kata Mitsumoto.

Kali ini perasaan Kuncung lega, tamunya mulai tertarik.
Tak berapa lama terlihat dari kejauhan latihan drum band dari SMA Negeri Mungkid melintas di jalan dekat Candi Borobudur dan bunyi genderangnya terdengar dari atas candi. Mitsumoto berseri-seri karena ia akan melihat keajaiban Patung Budha Candi Borobudur. Tapi ternyata setelah drum band itu lewat tidak terjadi apa-apa dengan Patung Budha itu. Mitsumoto pun komplain terhadap Kuncung. Dengan tenang Kuncung menjawab,”Coba Tuan perhatikan Patung Budha itu! Terbuat dari apakah ia, bukankan terbuat dari batu? Apakah batu bisa mendengar?” Mitsumoto pun geleng-geleng kepala sambil mengumpat,”Semprul..tenan kowe!” (tentunya dalam Bahasa Jepang).

BINTANG FILM
Ketika wisatawan mampir ke toko souvenir WALET Jalan Magelang, Kuncung mengobrol dengan driver bus wisata yang bernama Pono.
“Sebelum jadi pemandu wisata, aku sempat jadi bintang film lho  Mas Pono,” kata Kuncung pada teman kerjanya itu.
“Terus siapa lawan mainnya?,” tanya Pono serius.
“Sendiri....,” jawab Kuncung
“Lho kok sendiri..... terus shooting nya di mana?,” tanya Pono lagi.
“Di sungai...,” jawab Kuncung
“Lho kok di sungai?......... emang judul filmnya apa sih?,” tanya Pono mulai curiga.
“Biarkan si kuning berlalu...,” jawab Kuncung kalem.
“Asemki .... ,”kata Pono sambil bersungut-sungut

SUNGAI CODE
Pada sore harinya wisatawan kembali ke Jogja menuju hotel. Ketika memasuki jembatan Sungai Code, bis wisata berjalan perlahan-lahan. Dengan menggunakan mikropon, Kuncung memberikan penjelasan kepada para wisatawan, ”Tuan-tuan dan nyonya-nyonya kita sedang melewati jembatan Sungai Code. Pemerintah Kota Jogja sedang berusaha mendaftarkan sungai ini di Guiness Book of Record.”
Kembali Tuan Mitsumoto terkejut, ”Oh My God! Apakah record yang telah dicapai sungai ini sehingga perlu didaftarkan ke Guiness Book of Record?”
“Begini Tuan, coba Anda perhatikan di sebelah kanan dan kiri jembatan, banyak warga sekitar yang memanfaatkan sungai ini. Ada yang mencuci, ada yang mandi, bahkan ada yang ... maaf.... buang air besar. Di hulu dan di muara sungai pun lebih banyak lagi yang melakukan aktivitas tersebut. Maka Pemerintah Kota Jogja akan mengajukan ke Guiness Book of Record untuk mencatat sungai ini sebagai toilet terpanjang didunia,” kata Kuncung percaya diri.
Kali ini Tuan Mitsumoto mengangguk-angguk tanda setuju.

BURUNG JATAYU
Pada malam hari berikutnya rombongan wisatawan bekunjung ke Candi Prambanan untuk menyaksikan Sendratari Ramayana. Kali ini episode yang ditampilkan adalah “The Kidnapping of Dewi Shinta”. Para penonton sangat terpukau ketika adegan penculikan Dewi Shinta oleh Rahwana. Terjadi pertempuran sengit antara Rahwana dengan Burung Jatayu yang mencoba mempertahankan Dewi Shinta. Namun, akhirnya Jatayu kalah dan Rahwana berhasil membawa pergi Dewi Shinta. Adegan ditutup dengan hadirnya Prabu Rama dan Laksmana menolong Jatayu.
Setelah pertunjukkan berakhir, Kuncung mendekati Tuan Mitsumoto, sambil memberikan penjelasan,
“Tuan sangat beruntung. Episode ini merupakan episode yang spesial.”
“Oh... ya saya lihat itu.... burungnya hebat sekali... mirip burung betulan... bagaiman bisa ya?” tanya Mitsumoto.
“Ya... jelas, Tuan. Soalnya untuk membuat adegan ini diperlukan biaya yang lebih besar dari adegan yang lain. Sebelum adegan ini dimulai harus dilakukan penyembelihan 100 ekor ayam putih mulus,” kata Kuncung.
“Jadi perlu ritual khusus? Semacam untuk sesaji begitu?” tanya Mitsumoto.
“Ya... nggak begitu juga. Soalnya ayam-ayam itu disembelih untuk diambil bulunya... kemudian bulu-bulu itu dipakai untuk membuat kostum Burung Jatayu... begitu, Tuan!!!” jawab Kuncung.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar